Sabtu, 10 November 2018

Jama' Muannas Salim



Jama’ Muannas Salim
oleh safiq afandi
                “jama’ muannas salim adalah isim yang menunjukkan ma’na banyak dengan  tambahan alif dan ta ketika rofa’ dan tambahan ya dan nun ketika nashab dan jer. Apa ada yang belum paham atau ada yang ingin bertanya? Tanya ustadz Muslim kepada para muridnya.
                “saya tadz” Mubarok mengacungkan tangannya.
                “ya, silakan” ustadz Muslim mengizinkan.
                “tadz menurut saya pengertian jama’ muannas salim adalah tiga orang santriwati yang sholehah yang tak terkena arus zaman karena jama’ (lebih dari tiga), muannas(santriwati), dan salim(selamat dari perubahan/sholehah)” ucap Mubarok tanpa perasaan malu.
                “astaghfirulloh, nang-nang (sebutan untuk anak) ngawur koe iki, hahahaha” jawab ustadz Muslim sembari tertawa diikuti dengan seisi kelas. Suasana kelas menjadi ramai dan cair karena dagelan salah santri tersebut.
                “ya sudah ustadz cukupkan sampai disini dulu, alfatihah” tutup ustadz Muslim diiringi dengan dengungan surat alfatihah yang dibaca para santri. Bersamaan dengan keluarnya ustadz Muslim terdengar suara bel pulang diniyyah sore itu.
                Para santri bergegas keluar untuk kembali ke asrama untuk mandi dan lain-lain guna bersiap-siap untuk sholat ashar berjamaah. Namun berbeda dengan Mubarok yang masih santai santai dengan shohibnya, Abu Dzar. Keduanya bercakap-cakap sembari pulang ke asrama.
                “Mubarok, sampeyan ­dapat inspirasi dari mana kok tahu-tahu dapat pengertian kayak gitu, hahaha” tanya Abu sambil tertawa.
                “ya spontan saja, pas lagi ketemu yang pas aja” jawab Mubarok enteng.
                “alah nggak mungkin spontan lah, lah wong kamu orang nyelentah gitu kok. Pasti ada sangkut pautnya sama…. Ehmm” selidik Abu dengan nada memojokkan.
                “sama siapa lah wong aku kan nggak punya hubungan sama siapa-siapa, paling ya sama orang tua, hahaha” tanggap Mubarok dengan nada guyon.
                “ooh gitu ya sekarang kamu, kalau hilang rasain” jawab Abu mengejek.
                “ya nggak bakal hilang lah kan ada al fatihah, hahaha” jawab Mubarok bahagia.
                Tak terasa mereka telah sampai di depan kamar. Kemudian mereka masuk dan bergegas menuju padasan untuk berwudlu untuk ikut sholat jamaah ashar dengan Abah. Sesaat setelah sampai di mushola mereka kaget karena sholat ashar telah selesai.
                “Abu sholatnya dah selesai nih, gimana?” tanya Mubarok.
                duh jan, balik aja yuk ke kamar sholat disana aja” ajak Abu Dzar.
                “yuk” jawab Mubarok.
                Setelah sampai dikamar mereka sholat dengan dimami oleh Mubarok, setelah selesai Mubarok berdoa dengan tak lupa menyelipkan doa untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal.
                ‘ya Allah ampunilah dosa-dosa kedua orang tua hamba, angkatlah derajat mereka setinggi-tingginya, sayangilah mereka seperti mereka menyayangi hamba sewaktu hamba masih kecil, semoga hamba dapat menjadi anak yang sholeh untuk kedua orang tua hamba, dan jagalah ia untuk ku ya Allah bidadariMu yang kau jaga amin. Alfatihah’ tutup Mubarok dengan bacaan alfatihah sembari mengusap matanya yang basah karena airmata.
                Orang tua Mubarok meninggal ketika ia masih berumur 2 tahun karena kecelakaan tragis. Dan sekarang ia bersama nenek dan kakeknya. Ia  masuk ke pondok karena ingin menjadi anak yang sholeh seperti wasiat kedua orang tuanya.
                Walau samar-samar terdengar, Abu Dzar mendengar dan ikut menitikkan air mata. Setelah selesai berdoa Abu dzar mendekati Mubarok.
                “eh ngomong-ngomong bidadariMu yang Kau jaga itu siapa?” tanya Abu dengan nada menyelidik.
                “ah kepo kau, hahaha” jawab Mubarok.
                “jangan-jangan Ann yah?” tanya Abu dengan serius.
                “maybe yes, hahhaa” jawab Mubarok enteng.
                “tuh kan bener dugaanku” jawab Abu dengan menjetikkan jarinya.
                “tapi kamu tahu dari siapa, Bu?” tanya Mubarok penasaran.
                “kan aku baca buku diarymu tadi malam, hahaha” jawab Abu dengan tertawa.
                “ualah semprul, awas kamu!!!!” jawab Mubarok kesal.
                “nggak apa-apa lah santai aja sama aku, nggak bakal bocor deh” janji Abu kepada Mubarok.
                “awas loh kalau sampai ada yang tahu” jawab  Mubarok.
                “iya iya” jelas Abu.
                Setelah bercakap-cakap di kamar kemudian mereka pergi ke dapur untuk makan sore. Setelah selesai mereka menuju kamar untuk menembel (melengkapi) kitab ngaji mereka dengan Abah. Disaat melengkapi tiba-tiba Mubarok menepuk Abu,
                “Abu masing ingat nggak perkataan Abah tentang mba Alfi?” tanya Mubarok.
                “hah.. mba Alfi?, siapa dia?” Abu malah balik bertanya.
                “itu loh yang kita lagi kaji sekarang ini” Mubarok menjelaskan.
                “mba Alfi…mba Alfi, ooh alfiyah ibnu malik maskud kamu” jawab Abu yang baru maksud.
                “oalah malah baru ngeh  hahaha, kan kata Abah alfiyah itu bikrun syarifatun (gadis yang mulia) yang tidak sembarang orang dapat meminangnya.”
                “Wah… masih ingat saja kamu, oh ya kan  kamu kalau masalah cinta-cinta kamu pasti inget dan kamu juga jago bikin puisi” ledek Abu.
                “eh.. nggak ya, kan itu cuma kebetulan belaka yang penting kan ngaji, ngabdi yai” balas Mubarok.
                wes wes aja diteruske nanti nggak selesai selesai” perintah Abu.
                “hahaha… ok ok” Mubarok mengiyakan.
                Malam itu seperti biasa setelah jamaah maghrib Mubarok dan teman aliyahnya berangkat ke ndalem untuk ngaji alfiyyah dengan Abah. Pengajian diawali dengan membaca alfatihah yang dipimpin oleh Abah dan diikuti oleh para santri kemudian salah satu santri ditunjuk untuk membaca pelajaran yang kemarin dan tak disangka Mubarok yang ditunjuk.
                “Mubarok hadir?” tanya Abah.
                “hadir” jawab Mubarok lirih.
                “iqro bi soutin murtafi’ (baca dengan suara yang keras)!” perintah Abah.
                “babul hali utawi iki iku bab mertelaaken hal...” Mubarok membaca dengan suara mantapnya. Malam itu pengajian dengan Abah berjalan dengan lancar dan para santri mendengarkan dengan ta’dzim.
###
                Malam itu hujan mengguyur pondok dengan derasnya diikuti dengan angin besar. Dingin menusuk kulit  menembus hingga tulang. Malam itu para santri tidur lebih awal karena pondok mengalami pemadaman listrik. Namun, Mubarok memilih untuk menyalakan lilin untuk belajar fiqh. Tak lama dia belajar kemudian megambil buku diarynya yang selama ini mendengarkan ceritanya walau ia hanya bisa diam.
                Perlahan Mubarok membuka halaman-halaman yang telah isi dengan curhatannya. Saat sedang membuka ia terhenti pada salah satu halaman yang sangat berharga baginya, karena dalam halaman itu ada foto ayah dan ibunya yang telah meninggal, tanpa di sadari Mubarok meneteskan air matanya karena kangen dengan mereka. Yang sekarang ia bisa lakukan hanyalah menjadi anak yang sholeh dan mempunyai ilmu yang bermanfaat.
                Tiba-tiba Abu mengagetkan Mubarok dari belakang
                “baa!” kaget Abu.
                “inna lillahi, Abu!” ucap Mubarok kesal.
                “lagi ngapain sih, malam malam gini belum tidur pasti lagi merenung yah?” tanya Abu.
                “iya koh suasana pas banget buat merenung dingin, sepi, dan sunyi.” Jawab Mubarok dengan menghembuskan nafas panjang.
                “oh ya, aku pengin denger puisi-puisimu yang katanya ‘terinspirasi dari dia’” pinta Abu.
                “hahaha mau denger berapa 2? 3?” ejek Mubarok.
                “1 saja cukup lah, hahaha kan aku bukan dia” balas Abu.
                “dengerin nih…
               
                Kini…
                Setitik cahyaku datang kembali
                Menuntunku dengan pelannya yang lembut
                Tertatih-tatih, dengan genggamannya yang erat
                Menyemangatiku dengan senyumnya yang indah memikat
                Kini…
                Lebih dari rasa ku padanya
                Tak ada lagi syakwa, bahwa…
                                                               Aku cinta ia
                Murni dari hati
                Aku pun percaya
                Oh Tuhan…
                Begitu indahnya
                “masyaallah, sedemikiankah rasamu padanya?” tanya Abu.
                “yah begitulah, hahaha” jawab Mubarok enteng.
                “kamu pacaran yah sama si Ann?” tanya Abu penuh selidik.
                “kata siapa pacaran, kan aku cuma ta’arufan saling menyuport satu sama lain dan saling percaya, hahaha” terang Mubarok.
                “ya sama saja lah apa bedanya coba?” tanya Abu lagi.
                “ya jelas beda lah pacaran kan mengucap janji, kalau ta’arufan kan cuma saling kenal hahaha” jawab Mubarok asal.
                “ya lah terserah kau saja yang penting nggak nganggu ngaji” jawab Abu pasrah.
                “ok deh” jawab Mubarok sambil memberi jempol.
                Setelah lelah bergurau mereka pun tidur beralaskan sajadah. Malam itu begitu sunyi dan diiringi suara hewan-hewan malam. Hawa dingin membuat mereka menggigil karena karena hanya berselimutkan sarung, namun mereka masih tetap tidur karena saking lelahnya dengan kegiatan pondok.
                Besoknya adalah hari minggu dan semua kegiatan pondok libur karena untuk refreshing para santri. Seperti biasa pagi itu para santri melakukan roan di lingkungan pondok. Mubarok dan Abu kebagian jatah roan di lingkungan pondok putri. Tak terkira senangnya mereka berdua karena jarang-jarang kesempatan itu terjadi, mereka pun langsung menuju ke tempat yang telah ditentukan.
                “Abu, beruntung banget kita hari ini ya” kata Mubarok dengan muka berseri-seri.
                “iya bener banget” balas Abu yang juga senang.
                “eh semoga dia keluar yah” harap Mubarok.
                “wah kesempatan dalam kesempitan nih” ledek Abu.
                “ya biarin” balas Mubarok. Disela-sela roan mereka melihat beberapa santriwati sedang membuang sampah. Tak ayal Mubarok langsung melirik mereka dan terkejut, karena dia ada disana menggunakan kerudung abu-abu. Spontan Mubarok menyikut Abu
                “Bu Abu, lihat deh ke arah mereka” perintah Mubarok.
                “mereka siapa?” tanya Abu bingung.
                “itu yang sedang buang sampah” tunjuk Mubarok.
                “ooh itu.. oalah maksud kamu, pasti mau bilang ada dia” ledek Abu.
                “lah itu kamu tahu, hahaha” balas Mubarok dengan tertawa. Tak disangka si dia yang dimaksud Abu menengok ke arah mereka berdua, sontak Mubarok tersenyum ke arah dia dan dia pun membalasnya. Tak terkira rasa bahagia yang dirasakan Mubarok                        hingga tak sadar ia melantunkan bait syair ‘نَظْرُ العُيُونِ وَ العُيُونِ هُوَ الَّذِي # جَعَلَ الهَلَكَ اِلَى الفُؤَدِي  ( bila mata saling menatap maka itu dapat menumbuhkan benih cinta di hati).
                “oi oi Mubarok” Abu menyadarkan Mubarok yang melamun.
                “hah.. apa-apa” Mubarok baru sadar dari lamunan.
                aja ngelamun mbok kelebon” ingat Abu.
                “iya iya, maaf” Mubarok meminta maaf.
                “udahan yuk, cape nih” ajak Abu.
                “sama aku juga, enaknya ngopi nih” tawar Mubarok.
                “cocok itu, setuju sangat lah” Abu menerima tawaran Mubarok.
                Kemudian mereka  pergi ke warung pondok untuk ngopi dan Mubarok yang mentraktir. Disela –sela ngopi, Mubarok dipanggil oleh salah satu temannya yang ternyata adalah saudara dari Dia.
                “kang Mubarok sibuk mboten nggih? Tanya temannya sopan.
                “nggak sibuk, ada apa ya?” tanya Mubarok penasaran.
                “anu ada yang ingin ketemu” jawab temannya.
                “hah.. siapa?” tanya Mubarok bingung.
                “mmm.. ada lah” temannya malah membuat penasaran.
                Mubarok pun mengikutinya, ternyata menuju ke majlis putri dan temannya menuju ke salah satu wali santri
                “budhe, niki larene” tunjuk si teman Mubarok.
                “ooh iki to larene, suwun nang” ucap wali santri itu.
                sami-sami budhe, nggih mpun budhe bade langsungan mawon” balas si teman Mubarok. Akhirnya si teman Mubarok pergi meninggalkan Mubarok bersama wali santri itu.
                nang jenengmu sopo?” tanya wali santri itu.
                “Mubarok Zayn, bu” jawab Mubarok gugup dengan perasaan yang canggung.
                umahmu nang ndi nang?” tanya laki-laki yang baru saja datang dari dalam pondok putri sambil menggandeng salah seorang santriwati yang ternyata adalah si dia, Ann yang selalu masuk dalam mimpi-mimpinya. Hati Mubarok berdegup kencang melihat si dia sedekat ini, keringat dingin mebasahi dahinya
                “Banyumas, anu punten pak, anu kulo bade teng kamar riyin” Mubarok meminta izin pada mereka.
                engko disit nang, kie arep ana sing diomongna, ketone grogi temen” laki-laki itu mencegah Mubarok untuk pergi dan mencoba mencairkan suasana.
                “njih pak” jawab Mubarok mencoba menentramkan suasana hatinya.
                “ngene nang, kan sampeyan wis sue nang pondok apa ora ana rasa pengin nikah?” tanya laki-laki itu yang ternyata ayah dari Ann.
                “nggih sampun pak tapi kan dereng enten sing purun kalih kulo” jawab Mubarok merendah.
                “hahaha nek mpun jodone ora bakal ngendi-ngendi” ucap sang ayah mengingatkan.
                “njih pak muga-muga cepet, hehehe” jawab Mubarok sambil tertawa.
                “oh ya ini ada titipan dari kami” sang ayah memberikan sepucuk surat kepada Mubarok.
                “njih pak matur nuwun sederenge, anu bade teng kamar riyin pak” Mubarok meminta izin untuk pergi ke kamar.
                “njih monggoh-monggoh, ati-ati nang” sang ayah mengizinkan Mubarok pergi.
                Sesampainya di kamar Mubarok bergegas untuk membaca surat tersebut,
‘untuk ananda Mubarok
Di pondok
Assalamualaikum warahmatullohi wabarakatuh
                Satu hal yang kamu pikirkan sekarang pasti ‘dari siapa ini?’. Kalau kamu ingin tahu kami adalah orang yang selama ini kamu kirimi al fatihah. Kami adalah orang tua dari santriwati yang kamu ‘menaruh perhatian lebih padanya’. Tak perlu kamu bingung karena ini ucapan terima kasih kami atas perhatianmu pada putri kami. Dan kami ingin mengangkatmu menjadi anak kami dengan cara menikahi putri kami. Sekian semoga kau menerima.
Wassalamulalaikum warahmatullohi wabarakatuh
Salam hormat
Orang yang menyayangimu

                Setelah membaca surat tersebut Mubarok tak percaya. Perasaan kaget, senang, bingung bercampur menjadi satu. Tanpa pikir panjang Mubarok memanggil Abu yang masih di warung.
                “Abu!” panggil Mubarok.
                “ya ada apa, dah selesai tadi urusannya?” tanya Abu.
                “ah.. pokoknya ikut aku dulu” paksa Mubarok.
                “ok bentar, ngabisin kopi dulu” jawab Abu sambil meminum kopi.
                Mereka pun kembali ke kamar,
                “ini coba baca” Mubarok menyuruh Abu untuk membaca surat tadi. Setelah beberapa lama Abu selesai membaca
                “wahhh ini kesempatanmu Mubarok, jangan disia-siakan” komentar Abu.
                “tapi aku masih bingung” keluh Mubarok.
                “bingung kenapa?” tanya Abu.
                “ya bingung dengan kebetulan ini” jawab Mubarok.
                “loh.. Allah lagi memberikan kesempatan padamu, kamu kan memang sudah waktunya menikah dan dia juga terlebih lagi orang tuanya merestui” terang Abu.
                “iya yah, berarti aku harus memenuhi permintaan mereka” jawab Mubarok semangat.
                “betul itu” Abu memberi dukungan.
                Besoknya, Mubarok meminta izin untuk pulang ke rumah guna memberi tahu nenek dan kakeknya tentang dirinya yang sudah menemukan calon pendamping hidup. Sesampainya di desa nenek dan kakeknya sangat bahagia mendengar kabar tersebut, akhirnya ia bersama pamanya pergi ke rumah Ann.
                Disana mereka disambut baik oleh keluarga Ann. Setelah basa-basi sebentar sang paman bertanya tentang lamaran kepada keluarga Ann, dan mereka langsung menerima dengan bahagia. Singkatnya, 3 bulan dari lamaran itu kedua pihak memutuskan untuk mengadakan pernikahan antara Mubarok dan Ann.
                ‘begitu sayangnya Allah padaku yang memberiku salah satu bidadariNya. Ya Allah hamba berjanji untuk menjaga dan merawat pemberianMu yang sangat berharga ini’ batin Mubarok sesaat setelah mengucapkan qobiltu. Fabiayyi alaai rabbikuma tukadziban.
###
                 
               
               

               
               
               
               
               
               

               

               
               
               




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jama' Muannas Salim

Jama’ Muannas Salim oleh safiq afandi                 “jama’ muannas salim adalah isim yang menunjukkan ma’na banyak dengan   tamb...