Jama’
Muannas Salim
oleh safiq afandi
“jama’
muannas salim adalah isim yang menunjukkan ma’na banyak dengan tambahan alif dan ta ketika rofa’ dan
tambahan ya dan nun ketika nashab dan jer. Apa ada yang belum paham atau ada
yang ingin bertanya? Tanya ustadz Muslim kepada para muridnya.
“saya
tadz” Mubarok mengacungkan tangannya.
“ya,
silakan” ustadz Muslim mengizinkan.
“tadz
menurut saya pengertian jama’ muannas salim adalah tiga orang santriwati yang
sholehah yang tak terkena arus zaman karena jama’ (lebih dari tiga),
muannas(santriwati), dan salim(selamat dari perubahan/sholehah)” ucap Mubarok
tanpa perasaan malu.
“astaghfirulloh,
nang-nang (sebutan untuk anak) ngawur koe iki, hahahaha” jawab
ustadz Muslim sembari tertawa diikuti dengan seisi kelas. Suasana kelas menjadi
ramai dan cair karena dagelan salah santri tersebut.
“ya
sudah ustadz cukupkan sampai disini dulu, alfatihah” tutup ustadz Muslim
diiringi dengan dengungan surat alfatihah yang dibaca para santri. Bersamaan
dengan keluarnya ustadz Muslim terdengar suara bel pulang diniyyah sore itu.
Para
santri bergegas keluar untuk kembali ke asrama untuk mandi dan lain-lain guna
bersiap-siap untuk sholat ashar berjamaah. Namun berbeda dengan Mubarok yang
masih santai santai dengan shohibnya, Abu Dzar. Keduanya bercakap-cakap sembari
pulang ke asrama.
“Mubarok,
sampeyan dapat inspirasi dari mana kok tahu-tahu dapat
pengertian kayak gitu, hahaha” tanya Abu sambil tertawa.
“ya
spontan saja, pas lagi ketemu yang pas aja” jawab Mubarok enteng.
“alah
nggak mungkin spontan lah, lah wong kamu orang nyelentah gitu
kok. Pasti ada sangkut pautnya sama…. Ehmm” selidik Abu dengan nada memojokkan.
“sama
siapa lah wong aku kan nggak punya hubungan sama siapa-siapa, paling ya
sama orang tua, hahaha” tanggap Mubarok dengan nada guyon.
“ooh
gitu ya sekarang kamu, kalau hilang rasain” jawab Abu mengejek.
“ya
nggak bakal hilang lah kan ada al fatihah, hahaha” jawab Mubarok bahagia.
Tak
terasa mereka telah sampai di depan kamar. Kemudian mereka masuk dan bergegas
menuju padasan untuk berwudlu untuk ikut sholat jamaah ashar dengan Abah.
Sesaat setelah sampai di mushola mereka kaget karena sholat ashar telah
selesai.
“Abu
sholatnya dah selesai nih, gimana?” tanya Mubarok.
“duh
jan, balik aja yuk ke kamar sholat disana aja” ajak Abu Dzar.
“yuk”
jawab Mubarok.
Setelah
sampai dikamar mereka sholat dengan dimami oleh Mubarok, setelah selesai
Mubarok berdoa dengan tak lupa menyelipkan doa untuk kedua orang tuanya yang
telah meninggal.
‘ya
Allah ampunilah dosa-dosa kedua orang tua hamba, angkatlah derajat mereka
setinggi-tingginya, sayangilah mereka seperti mereka menyayangi hamba sewaktu
hamba masih kecil, semoga hamba dapat menjadi anak yang sholeh untuk kedua
orang tua hamba, dan jagalah ia untuk ku ya Allah bidadariMu yang kau jaga amin.
Alfatihah’ tutup Mubarok dengan bacaan alfatihah sembari mengusap matanya yang
basah karena airmata.
Orang
tua Mubarok meninggal ketika ia masih berumur 2 tahun karena kecelakaan tragis.
Dan sekarang ia bersama nenek dan kakeknya. Ia
masuk ke pondok karena ingin menjadi anak yang sholeh seperti wasiat
kedua orang tuanya.
Walau
samar-samar terdengar, Abu Dzar mendengar dan ikut menitikkan air mata. Setelah
selesai berdoa Abu dzar mendekati Mubarok.
“eh
ngomong-ngomong bidadariMu yang Kau jaga itu siapa?” tanya Abu dengan
nada menyelidik.
“ah
kepo kau, hahaha” jawab Mubarok.
“jangan-jangan
Ann yah?” tanya Abu dengan serius.
“maybe
yes, hahhaa” jawab Mubarok enteng.
“tuh
kan bener dugaanku” jawab Abu dengan menjetikkan jarinya.
“tapi
kamu tahu dari siapa, Bu?” tanya Mubarok penasaran.
“kan
aku baca buku diarymu tadi malam, hahaha” jawab Abu dengan tertawa.
“ualah
semprul, awas kamu!!!!” jawab Mubarok kesal.
“nggak
apa-apa lah santai aja sama aku, nggak bakal bocor deh” janji Abu kepada
Mubarok.
“awas
loh kalau sampai ada yang tahu” jawab
Mubarok.
“iya
iya” jelas Abu.
Setelah
bercakap-cakap di kamar kemudian mereka pergi ke dapur untuk makan sore.
Setelah selesai mereka menuju kamar untuk menembel (melengkapi) kitab
ngaji mereka dengan Abah. Disaat melengkapi tiba-tiba Mubarok menepuk Abu,
“Abu
masing ingat nggak perkataan Abah tentang mba Alfi?” tanya Mubarok.
“hah..
mba Alfi?, siapa dia?” Abu malah balik bertanya.
“itu
loh yang kita lagi kaji sekarang ini” Mubarok menjelaskan.
“mba
Alfi…mba Alfi, ooh alfiyah ibnu malik maskud kamu” jawab Abu yang baru maksud.
“oalah
malah baru ngeh hahaha, kan kata
Abah alfiyah itu bikrun syarifatun (gadis yang mulia) yang tidak sembarang
orang dapat meminangnya.”
“Wah…
masih ingat saja kamu, oh ya kan kamu
kalau masalah cinta-cinta kamu pasti inget dan kamu juga jago bikin puisi”
ledek Abu.
“eh..
nggak ya, kan itu cuma kebetulan belaka yang penting kan ngaji, ngabdi yai” balas
Mubarok.
“wes
wes aja diteruske nanti nggak selesai selesai” perintah Abu.
“hahaha…
ok ok” Mubarok mengiyakan.
Malam
itu seperti biasa setelah jamaah maghrib Mubarok dan teman aliyahnya berangkat
ke ndalem untuk ngaji alfiyyah dengan Abah. Pengajian diawali dengan
membaca alfatihah yang dipimpin oleh Abah dan diikuti oleh para santri kemudian
salah satu santri ditunjuk untuk membaca pelajaran yang kemarin dan tak
disangka Mubarok yang ditunjuk.
“Mubarok
hadir?” tanya Abah.
“hadir”
jawab Mubarok lirih.
“iqro
bi soutin murtafi’ (baca dengan suara yang keras)!” perintah Abah.
“babul
hali utawi iki iku bab mertelaaken hal...” Mubarok membaca dengan suara
mantapnya. Malam itu pengajian dengan Abah berjalan dengan lancar dan para
santri mendengarkan dengan ta’dzim.
###
Malam
itu hujan mengguyur pondok dengan derasnya diikuti dengan angin besar. Dingin
menusuk kulit menembus hingga tulang.
Malam itu para santri tidur lebih awal karena pondok mengalami pemadaman
listrik. Namun, Mubarok memilih untuk menyalakan lilin untuk belajar fiqh. Tak
lama dia belajar kemudian megambil buku diarynya yang selama ini mendengarkan
ceritanya walau ia hanya bisa diam.
Perlahan
Mubarok membuka halaman-halaman yang telah isi dengan curhatannya. Saat sedang
membuka ia terhenti pada salah satu halaman yang sangat berharga baginya,
karena dalam halaman itu ada foto ayah dan ibunya yang telah meninggal, tanpa
di sadari Mubarok meneteskan air matanya karena kangen dengan mereka. Yang
sekarang ia bisa lakukan hanyalah menjadi anak yang sholeh dan mempunyai ilmu
yang bermanfaat.
Tiba-tiba
Abu mengagetkan Mubarok dari belakang
“baa!” kaget Abu.
“inna lillahi, Abu!” ucap
Mubarok kesal.
“lagi ngapain sih, malam malam
gini belum tidur pasti lagi merenung yah?” tanya Abu.
“iya koh suasana pas banget buat
merenung dingin, sepi, dan sunyi.” Jawab Mubarok dengan menghembuskan nafas
panjang.
“oh ya, aku pengin denger
puisi-puisimu yang katanya ‘terinspirasi dari dia’” pinta Abu.
“hahaha mau denger berapa 2? 3?”
ejek Mubarok.
“1 saja cukup lah, hahaha kan
aku bukan dia” balas Abu.
“dengerin nih…
Kini…
Setitik cahyaku datang kembali
Menuntunku dengan pelannya yang
lembut
Tertatih-tatih, dengan
genggamannya yang erat
Menyemangatiku dengan senyumnya
yang indah memikat
Kini…
Lebih dari rasa ku padanya
Tak ada lagi syakwa, bahwa…
Aku
cinta ia
Murni dari hati
Aku pun percaya
Oh Tuhan…
Begitu indahnya
“masyaallah, sedemikiankah
rasamu padanya?” tanya Abu.
“yah begitulah, hahaha” jawab
Mubarok enteng.
“kamu pacaran yah sama si Ann?”
tanya Abu penuh selidik.
“kata siapa pacaran, kan aku
cuma ta’arufan saling menyuport satu sama lain dan saling percaya, hahaha”
terang Mubarok.
“ya sama saja lah apa bedanya
coba?” tanya Abu lagi.
“ya jelas beda lah pacaran kan
mengucap janji, kalau ta’arufan kan cuma saling kenal hahaha” jawab Mubarok
asal.
“ya lah terserah kau saja yang
penting nggak nganggu ngaji” jawab Abu pasrah.
“ok deh” jawab Mubarok sambil
memberi jempol.
Setelah lelah bergurau mereka
pun tidur beralaskan sajadah. Malam itu begitu sunyi dan diiringi suara
hewan-hewan malam. Hawa dingin membuat mereka menggigil karena karena hanya
berselimutkan sarung, namun mereka masih tetap tidur karena saking lelahnya
dengan kegiatan pondok.
Besoknya adalah hari minggu dan
semua kegiatan pondok libur karena untuk refreshing para santri. Seperti biasa
pagi itu para santri melakukan roan di lingkungan pondok. Mubarok dan Abu
kebagian jatah roan di lingkungan pondok putri. Tak terkira senangnya mereka
berdua karena jarang-jarang kesempatan itu terjadi, mereka pun langsung menuju
ke tempat yang telah ditentukan.
“Abu, beruntung banget kita hari
ini ya” kata Mubarok dengan muka berseri-seri.
“iya bener banget” balas Abu
yang juga senang.
“eh semoga dia keluar yah” harap
Mubarok.
“wah kesempatan dalam kesempitan
nih” ledek Abu.
“ya biarin” balas Mubarok.
Disela-sela roan mereka melihat beberapa santriwati sedang membuang sampah. Tak
ayal Mubarok langsung melirik mereka dan terkejut, karena dia ada disana
menggunakan kerudung abu-abu. Spontan Mubarok menyikut Abu
“Bu Abu, lihat deh ke arah
mereka” perintah Mubarok.
“mereka siapa?” tanya Abu
bingung.
“itu yang sedang buang sampah”
tunjuk Mubarok.
“ooh itu.. oalah maksud kamu,
pasti mau bilang ada dia” ledek Abu.
“lah itu kamu tahu, hahaha”
balas Mubarok dengan tertawa. Tak disangka si dia yang dimaksud Abu menengok ke
arah mereka berdua, sontak Mubarok tersenyum ke arah dia dan dia pun
membalasnya. Tak terkira rasa bahagia yang dirasakan Mubarok hingga tak sadar ia
melantunkan bait syair ‘نَظْرُ
العُيُونِ وَ العُيُونِ هُوَ الَّذِي # جَعَلَ الهَلَكَ اِلَى الفُؤَدِي ( bila mata saling
menatap maka itu dapat menumbuhkan benih cinta di hati).
“oi oi Mubarok” Abu menyadarkan
Mubarok yang melamun.
“hah.. apa-apa” Mubarok baru
sadar dari lamunan.
“aja ngelamun mbok
kelebon” ingat Abu.
“iya iya, maaf” Mubarok meminta
maaf.
“udahan yuk, cape nih” ajak Abu.
“sama aku juga, enaknya ngopi
nih” tawar Mubarok.
“cocok itu, setuju sangat lah”
Abu menerima tawaran Mubarok.
Kemudian mereka pergi ke warung pondok untuk ngopi dan
Mubarok yang mentraktir. Disela –sela ngopi, Mubarok dipanggil oleh salah satu
temannya yang ternyata adalah saudara dari Dia.
“kang Mubarok sibuk mboten nggih?
Tanya temannya sopan.
“nggak sibuk, ada apa ya?” tanya
Mubarok penasaran.
“anu ada yang ingin ketemu”
jawab temannya.
“hah.. siapa?” tanya Mubarok
bingung.
“mmm.. ada lah” temannya malah
membuat penasaran.
Mubarok pun mengikutinya,
ternyata menuju ke majlis putri dan temannya menuju ke salah satu wali santri
“budhe, niki larene”
tunjuk si teman Mubarok.
“ooh iki to larene, suwun nang”
ucap wali santri itu.
“sami-sami budhe, nggih mpun
budhe bade langsungan mawon” balas si teman Mubarok. Akhirnya si teman
Mubarok pergi meninggalkan Mubarok bersama wali santri itu.
“nang jenengmu sopo?”
tanya wali santri itu.
“Mubarok Zayn, bu” jawab Mubarok
gugup dengan perasaan yang canggung.
“umahmu nang ndi nang?”
tanya laki-laki yang baru saja datang dari dalam pondok putri sambil
menggandeng salah seorang santriwati yang ternyata adalah si dia, Ann yang
selalu masuk dalam mimpi-mimpinya. Hati Mubarok berdegup kencang melihat si dia
sedekat ini, keringat dingin mebasahi dahinya
“Banyumas, anu punten pak, anu kulo
bade teng kamar riyin” Mubarok meminta izin pada mereka.
“engko disit nang, kie arep
ana sing diomongna, ketone grogi temen” laki-laki itu mencegah
Mubarok untuk pergi dan mencoba mencairkan suasana.
“njih pak” jawab Mubarok mencoba
menentramkan suasana hatinya.
“ngene nang, kan sampeyan wis
sue nang pondok apa ora ana rasa pengin nikah?” tanya laki-laki itu yang
ternyata ayah dari Ann.
“nggih sampun pak tapi kan
dereng enten sing purun kalih kulo” jawab Mubarok merendah.
“hahaha nek mpun jodone ora
bakal ngendi-ngendi” ucap sang ayah mengingatkan.
“njih pak muga-muga cepet,
hehehe” jawab Mubarok sambil tertawa.
“oh ya ini ada titipan dari kami”
sang ayah memberikan sepucuk surat kepada Mubarok.
“njih pak matur nuwun sederenge,
anu bade teng kamar riyin pak” Mubarok meminta izin untuk pergi ke kamar.
“njih monggoh-monggoh, ati-ati
nang” sang ayah mengizinkan Mubarok pergi.
Sesampainya di kamar Mubarok
bergegas untuk membaca surat tersebut,
‘untuk ananda Mubarok
Di pondok
Assalamualaikum warahmatullohi
wabarakatuh
Satu
hal yang kamu pikirkan sekarang pasti ‘dari siapa ini?’. Kalau kamu ingin tahu
kami adalah orang yang selama ini kamu kirimi al fatihah. Kami adalah orang tua
dari santriwati yang kamu ‘menaruh perhatian lebih padanya’. Tak perlu kamu
bingung karena ini ucapan terima kasih kami atas perhatianmu pada putri kami.
Dan kami ingin mengangkatmu menjadi anak kami dengan cara menikahi putri kami.
Sekian semoga kau menerima.
Wassalamulalaikum warahmatullohi
wabarakatuh
Salam
hormat
Orang
yang menyayangimu
Setelah membaca surat tersebut
Mubarok tak percaya. Perasaan kaget, senang, bingung bercampur menjadi satu.
Tanpa pikir panjang Mubarok memanggil Abu yang masih di warung.
“Abu!” panggil Mubarok.
“ya ada apa, dah selesai tadi
urusannya?” tanya Abu.
“ah.. pokoknya ikut aku dulu”
paksa Mubarok.
“ok bentar, ngabisin kopi dulu”
jawab Abu sambil meminum kopi.
Mereka pun kembali ke kamar,
“ini coba baca” Mubarok menyuruh
Abu untuk membaca surat tadi. Setelah beberapa lama Abu selesai membaca
“wahhh ini kesempatanmu Mubarok,
jangan disia-siakan” komentar Abu.
“tapi aku masih bingung” keluh
Mubarok.
“bingung kenapa?” tanya Abu.
“ya bingung dengan kebetulan
ini” jawab Mubarok.
“loh.. Allah lagi memberikan
kesempatan padamu, kamu kan memang sudah waktunya menikah dan dia juga terlebih
lagi orang tuanya merestui” terang Abu.
“iya yah, berarti aku harus
memenuhi permintaan mereka” jawab Mubarok semangat.
“betul itu” Abu memberi
dukungan.
Besoknya, Mubarok meminta izin
untuk pulang ke rumah guna memberi tahu nenek dan kakeknya tentang dirinya yang
sudah menemukan calon pendamping hidup. Sesampainya di desa nenek dan kakeknya
sangat bahagia mendengar kabar tersebut, akhirnya ia bersama pamanya pergi ke
rumah Ann.
Disana mereka disambut baik oleh
keluarga Ann. Setelah basa-basi sebentar sang paman bertanya tentang lamaran
kepada keluarga Ann, dan mereka langsung menerima dengan bahagia. Singkatnya, 3
bulan dari lamaran itu kedua pihak memutuskan untuk mengadakan pernikahan
antara Mubarok dan Ann.
‘begitu sayangnya Allah padaku
yang memberiku salah satu bidadariNya. Ya Allah hamba berjanji untuk menjaga
dan merawat pemberianMu yang sangat berharga ini’ batin Mubarok sesaat setelah
mengucapkan qobiltu. Fabiayyi alaai rabbikuma tukadziban.
###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar